Selasa, 27 Desember 2011

agama


1. Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

2. Hadist Mutawatir
Dari segi bahasa, mutawatir berarti sesuatu yang datang secara beriringan tanpa diselangi antara satu sama lain .
Hadist Mutawatir berarti  hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi sampai akhir sanad. Maksdunya Hadits mutawatir itu adalah hadits yang diriwayatkan sejumlah rawi yang menurut akal mereka tidak mungkin sepakat berbuat dusta, dan banyaknya rawi ini ini seimbang dari permulaan sanad hingga akhirnya dalam setiap tingkatan (tabaqat/generasi).

 3. Ahad
Ahad menurut bahasa mempunyai arti "satu". Hadits Ahad menurut istilah adalah "hadits yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir". Hadits ahad terbagi menjadi 3 macam, yaitu : Masyhur, 'Aziz, dan Gharib.
1. Masyhur (atau juga dikenal dengan nama hadits Mustafidh) menurut bahasa adalah "nampak". Sedangkan menurut istilah, Hadits Masyhur adalah : "Hadits yang diriwayatkan oleh 3 (tiga) perawi atau lebih pada setiap thabaqah (tingkatan) dan belum mencapai batas mutawatir"
2. 'Aziz secara bahasa artinya : yang sedikit, yang gagah, atau yang kuat. Hadts 'Aziiz menurut istilah ilmu hadits adalah : "Suatu hadits yang diriwayatkan dengan minimal dua sanad yang berlainan rawinya".
3. Gharib secara bahasa berarti yang jauh dari kerabatnya. Sedangkan Hadits Gharib secara istilah adalah : "Hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi secara sendiri". Dan tidak dipersyaratkan periwayatan seorang perawi itu terdapat dalam setiap tingkatan (thabaqah) periwayatannya, akan tetapi cukup terdapat pada satu tingkatan atau lebih. Dan bila dalam tingkatan yang lain jumlahnya lebih dari satu, maka itu tidak mengubah statusnya (sebagai hadits  gharib). Sebagian ulama’ lain menyebut hadits ini sebagai Al-Fard. Hadits gharib dibagi menjadi dua :
          -  Gharib Muthlaq, disebut juga : Al-Fardul-Muthlaq; yaitu bilamana kesendirian (gharabah) periwayatan terdapat pada asal sanad (shahabat). Misalnya hadits Nabi  shallallaahu ‘alaihi wasallam : "Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya" [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Hadits ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin Al-Khaththab, lalu darinya hadits ini diriwayatkan oleh ‘Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari ‘Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa'id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawi melalui Yahya bin Sa’id. Dalam gharib muthlaq ini yang menjadi pegangan adalah apabila seorang shahabat hanya sendiri meriwayatkan sebuah hadits..
-  Gharib Nisbi, disebut juga : Al-Fardun-Nisbi; yaitu apabila ke-gharib-an terjadi pada pertengahan sanadnya, bukan pada asal sanadnya. Maksudnya satu hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi pada asal sanadnya, kemudian dari semua perawi itu hadits ini diriwayatkan oleh satu orang perawi saja yang mengambil dari para perawi tersebut. Misalnya : Hadits Malik, dari Az-Zuhri (Ibnu Syihab), dari Anas radliyallaahu 'anhu : "Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam masuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri. Dinamakan dengan gharib nisbi karena kesendirian periwayatan hanya terjadi pada perawi tertentu (Nuzhatun-Nadhar oleh Ibnu Hajar hal. 28 dan Taisir Musthalah Al-Hadits oleh Mahmud Ath-Thahhan hal. 28).
-  Gharib Muthlaq, disebut juga : Al-Fardul-Muthlaq; yaitu bilamana kesendirian (gharabah) periwayatan terdapat pada asal sanad (shahabat). Misalnya hadits Nabi  shallallaahu ‘alaihi wasallam : "Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya" [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

4.Hadist Hasan
                   وَالحَسَنُ المَعْروفُ طُرْقـاً وَغدَتْ  *   رِجَالَهُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَرَتْ   
Hadits Hasan adalah hadits yang jalur periwayatannya ma’ruf.. akan tetapi perawinya tidak semasyhur hadits shahih.
Ketika Syaikh Abussatar mendapati syair ini, beliau mengkritiknya dan berkata:
          وَالْحَسَنُ الْخَفِيْفُ ضَبْطًا إِذْ غَدَتْ   * اشْتَهَرَتْ هُ لا كَالصَّحِيحِ اشْتَهَ
Hadits hasan adalah hadits yang ke-dhabith-an perawinya ringan dan perawinya tidak   semasyhur hadits shahih.
Dari matan diatas, maka dapat disimpulkan definisi hadist hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya yang dibawakan oleh perawi yang adil namun ringan dhabithnya dengan tanpa syad dan ‘illat.

5.Hadist shahih
Pengertian hadits shahih adalah sebuah hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits tersebut.Atau dalam istilah lain tidak termasuk hadits yang syadz dan mu’allal.

6.Hadits Maudhu
            الحديث secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan  dari seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan موضع merupakan derivasi dari kata  وضع – يضع – وضعا yang secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat.
            Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya.
Dr. Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan,
اذا كان سبب الطعن فى الروى هو الكذ ب على رسول الله فحد يثه يسمى الموضع
Apabila sebab keadaan cacatnya rowi dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya dinamakan maudhu’. ( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)
Dan pengertiannya secara istilah beliau mengatakan
هو الكذب المختلق المنصوع المنسوب الى رسول الله صلى الله عليه والسلام
Hadits yang dibuat oleh seorang pendusta yang dibangsakan kepada Rasulullah  ( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)

7. Istishab
Pengertian Al Ihtihsab secara bahasa yaitu menuntut bersahabat, atau menuntut beserta atau mencari rekan dan menjadikannya sahabat.
Pengertian istishab menurut ulama ushul fiqh membawa maksud menetapkan hukum pekerjaan yang ada pada masa lalu, kaerna disangka tidak ada dalil pada masa yang akan datang.Menurut Al-Asnawy (772 H) bahwa istishab adalah penetapan hukum terhadap suatu perkara dimasa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan hukum tersebut.Sementara menurut imam As Syaukani bahwa arti istishab yaitu menghukumkan sesuatu hukum sama seperti hukum pada masa lalu sehingga ada dalil yang mengubahnya. Sedangkan menurut Ibnu Qayim Istishab yaitu menetapkan berlakunya suatu hukum yang telah ada atau meniadakan suatu yang memang tiada sampai ada bukti yang merubah kedudukannya.Jadi dari pengertian diatas, istishab adalah menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah ketentuan hukum itu.Jadi dari pengertian di atas, istishab adalah menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah ada sejak semula tetap berlaku hingga peristiwa berikutnya, kecuali ada dalil yang mengubah ketentuan hukum itu.




8. Al-Mashlahatul-Mursalah.
 Al-Mashlahatul-Mursalah (Maslahah mursalah) ialah yang mutlak. Menurut istilah ahli Ushul, maslahah mursalah diartikan kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh syar’i dalam wujud hukum dalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak ada dalil yang membenarkan atau yang menyalahkan. Karenanya maslahah mursalah itu disebut mutlak lantaran tidak terdapat dalil yang mnyatakan benar atau salah.
 Berdasar pada pengertian tersebut, pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari kemaslahatan manusia. Maksudnya, didalam rangka mencari yang menguntungkan, dan menghindari kemudharatan manusia yang bersifat sangat luas. Maslahat ini merupakan sesuatu yang berkembang berdasarkan perkembangan yang selalu ada disetiap lingkungan. Mengenai pembentukan hukum ini, kadang-kadang tampak menguntungkan pada suatu saat, tetapi pada suatu saat yang lain justru mendatangkan mudharat . begitu pula pada suatu lingkungan tertentu mnguntunkan, tetapi mudharat bagi lingkungan lain. Kemudian, mengenai maslahah yang dituntut oleh keadaan dan lingkungan baru setelah berhentinya wahyu, sementara syari’ belum mensyariatkan maslahah-maslahah yang dikehendaki berdasar tuntutan itu, disamping juga tidak terdapat dalil syara’ yang mengakui atau menyalahkan maslahah-naslahah itu, biasa disebut sebagai Al-Munasibul-Mursal atau Al-Maslahatul-mursalah.

9.Adat
Secara etimologi, adat berasal dari bahasa Arab adah yang berarti kebiasaan.  Jadi secara etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat

0 komentar:

Posting Komentar